FITRI

Kamis, 30 Desember 2010

F I T R I

Sudah biasa aku pulang setiap sabtu, demi untuk ibuku, melepas rindu padanya, karena tak ada yang lagi kurindukan kecuali hanya ibuk, ayahku sudah 3 bulan ini tak menyapaku karena aku duluan yang mendiamkannya, semilir sore semakin menggigilkan tulang mudaku yang rapuh, aku coba ke dapur, seperti kebiasaanku yang suka lapar terus…jika dirumah, namun perhatianku teralihkan oleh tum,pukan-tumpukan buku dan kertas di meja makan yang sekarang menjadi berdekatan sekali dengan meja kerja ayahku, sejak rumahku dilelang karena utang yang jatuh tempo yang begitu besar dan tak dilunasi juga.
“Hmm…surat….”gumamku sambil mengambil secarik kertas yang sepertinya masih baru, naluriku memang entah karena apa tergerak dengan lancang melakukan itu,
”Surat jatuh tempo...!!, Allah....ternyata, selama ini belum tuntas juga tagihan bank orang tuaku!” sedihku bercampur gusar,
Disitu tertulis tagihan total plus bunga jatuh tempo bulan lalu adalah delapan juta tujuh ratus lima puluh lima ribu rupiah, dengan nada ancaman tentunya, dan aku semakin tertegun ketika kubaca teruntuknya surat itu adalah untuk ibukku
Ayahku memang tak lagi dipercaya Bank untuk nilai utang diatas satu juta, karena berpuluh-puluh juta saja bapakku telah tercatat gagal oleh bank sehingga semua terjual karena bunga yang membengkak akhirnya rumah kami pun ikut terlelang oleh negara.
Aku hanya bisa tertegun sedih mau sebenarnya menagis tapi malu jika nanti adik atau orang tuaku datang tiba-tiba...kuselipkan lagi pada tempatnya dan akupun beranjak merenung,
Ketika ibuk pulang dari jenguk budeku yang katanya sakit, akupun segera bilang padanya, bahwa aku sudah diterima di sebuah Radio swasta profesional baru di kota ini, mungkin dengan gaji seberapapun aku bisa nyambi kuliah sambil kuberikan tabungan untuk menikah kelak dibagi dua dengan kredit motor juga tentunya untuk operasional aku berangkat kerja dan kuliah,
”Ah Le, tidak usah !” begitu ibukku bilang saat mendengar pengaduanku
”Usaikan dulu kuliahmu!” sahut bapakku juga
”Wong Cuma Radio seperti itu saja, berapa to gajinya! malah buat kuliahmu berantakan nanti” tambah bapakku ketus.
Aku sudah mengira kalau itu yang akan dijawab oleh kedua orang tuaku, meski temenku bilang aku harus melawan orang tuaku jika keputusannya merugikan kreativitasanku tapi aku memang takut terkutuk dengan mengambil keputusan sendiri apalagi jika itu bersebrangan dengan keinginan orang tuaku, jadi dengan sedikit stres kulepas lah pekerjaan itu, menjadi penyiar, public figur yang banyak didamba orang. Namun bagaimana lagi aku lebih takut kualat daripada memaksakan masa depan yang memang sebenarnya sama-sama gawangnya.
Masih kuingat juga kenapa aku sangat ingin segera mandiri, mempunyai penghasilan sendiri dan tidak lagi terlalu tergantung kepada orang tuaku, karena aku takut kehilangan seorang perempuan jangkung yang amat cantik menurutku, putri tercantik di desa tetangga, yang sejak dulu hanya berani kucuri pandang saja setelah itu aku pasti menyesal ”astaghfirullah” itu ucapan lirihku setiap kali rasa rindu nafsuku padanya kucoba kupenuhi, karena jelas, aku tak halal melakukan itu, dia bukan apa apaku, memandang saja bisa membuat timbul hasrat-hasrat lain yang kurang ajar.
Rasaku yang sering cemburu ketika melihat tetanggaku itu bersama orang lain, apalagi jika bercanda-canda, aku selalu timbul rasa marah, ”kenapa dia mau!” seolah aku berfikir selalu ”kenapa bukan aku, padaku saja”, sungguh pikiran setan itu telah mengotori rasa sukaku pada gadis berkerudung merah cantik rupawan jangkung itu, kadang jika di kali aku pernah sekali tak sengaja melihatnya membasuh bibir sampai dagunya dengan pelan lembut, sungguh membuat darah mudaku berdesir.
”mencintai adalah kodrat, namun ingat tidak mesti itu terbalas dicintai, maka ikhlaskan cinta itu jika terpaksa datang menggoda, jangan cemburu padanya, karena itu menunjukkan kelemahan akidah sang pencinta, dan lama-lama sang pencinta akan menderita, sebab semakin hilangnya rasa malu, wujud dari hilangya iman sang pencinta, yang membuatnya semakin kurang aturan dan melanggar aturan itu dengan buta jiwanya” begitu wejangan ustadku tiap kali kutemui dalam sesi pengajian rutin dimasjid kampung.
Ustadku biasa disebut guru pendamping, biasanya mereka masih muda, jarak usianya tidak jauh dariku, aku lebih leluasa curhat padanya dengan sistem kajian seperti itu, aku pun berani bilang padanya kalau aku telah berbuat pelampiasan akhir-akhir ini!
”Maksudmu ?!” tanya usatadku agak terkejut sepertinya
”Aku bermain hati!” jawabku dengan nada lirih setengah menyesal
”Hmmm......” gumaman panjang usatad, membuatku semakin malu dan kecil dihadapannya, sudah kepalang basah, akupun mengaku sekalian
”Tentu ustad tau kan, aku selama ini menyukai fitri!, ” sambungku dengan nada agak setengah ku tahan
”Astaghfirullah!, oh ...tapi gak papa..ceritakan saja,” aku begitu terkejut mendengar jawaban ustadku yang begitu santai tadi, seolah dia sudah tahu apa yang kurahasiakan selama ini tentang rasa sukaku ini.
”Sungguh ustad begitu bijak sampai-sampai aku tak pernah bisa menyembunyikan semua rahasia hidupku pada sampeyan, hhhhh....” kuhela nafas panjang Lebih dulu, karena aku yakin ini adalah cobaan berat yang sedang mengincarku
”sudah menjadi kebiasaanku jika aku sakit hati aku menjadi jahat, kulampiaskan kekesalanku dengan menaklukkan perempuan lain, sudah 5 orang gadis dari 5 murabbi yang berbeda kupermainkan, kutaklukkan perhatiannya padaku bahkan ada 3 orang yang sampai memintaku serius, ustad tolong aku doamu untuk kestabilan jiwaku, dia sang fitri yang rupawan kembang desa kampung ini, Lebih suka pada...pada,....dia...dia yang ...hmmm..hmmm.hhh” nafasku mulai goyah tersengal menahan sedih bercampur kesal,
”Siapa Gun! Bilang saja, toh Agun ini seperti dengan siapa saja to..” ustad mencoba menenangkan ketakutanku padanya dan sekaligus hendak mengorek keterangan yang Lebih lanjut
”Ustad bener tidak akan marah? atau kesal padaku jika kubilang siapa orangnya”
”InsyaAllah,”
”Tapi ustad....”
”Sudahlah Gun, percayalah, janji muslimkan? pasti ditepati apa lagi kita laki-laki”
”Janji laki-laki harus ditepati!, bukankah begitu Gun!” ustad menyambung lagi
”Dia adalah adik ustad sendiri yang satu fakultas dengannya”
”Oh...cinta segi tiga to ternyata..................ya...............aku sudah faham koq”
”Maksud ustad!!??”aku kaget ternyata ustad sama sekali tidak seperti dugaanku untuk terkejut atau mengucap istighfar sebagaimana sering beliau sebut jika heran pada suatu perbuatan menyeLeweng,
”Sudah lama aku tau itu, cuman aku memang diam karena aku yakin kamu bisa kuat, tapi ternyata yah ,, namanya juga manusia laki-laki, itulah godaan terberatnya ketika beranjak dewasa”
”Tolonglah ustad, dia menawan jiwaku, aku sering melamun, linglung. Tidak konsen ngaji, maaf jika aku telah kecewakan ustad”
”Sudah, aku tau koq, sejak kapan kamu terserang virus kuno merah jambu itu, kamu masih Lebih baik, tetap kuat tidak memacari perempuan-perempuan itukan.....”
”Maksud ustad?, darimana ustad tau itu?”
”Aku kan murabbi kamu kan jadi apa gunanya jika aku tidak paham kamu!”aku terunduk, bercampur baur semua rasa ,” malu, ustad..” lirih kuucap dibibir.
”Ya memang si adikku yang sering cerita tentang kalian, kau fitri, dan dia sendiri,”
”Apa!!, astaghfirullah” sontak aku kaget setelah mendengar itu, jadi selama ini....aku seperti telah telanjang tapi pede berjalan kemana-mana
”Ustad apa yang sering diceritakan adik Sampeyan, tolong jangan semuanya dipercaya” aku ketakutan kalau-kalau ustad berat sebelah
”Tenang akh aku paham koq.... aku netral..percayalah..” Lembut sekali ustad bersuara di telingaku, bahkan kelembutan dan kebijakan seperti ini tak pernah aku dapati dirumah
Waktu bergulir, Ashar pun secepat embun menghilang, berganti senja merah di ufuk barat, sepatah demi sepatah nasihat ustad yang adiknya kuanggap saingan bahkan musuh itu meresap dalam pada jiwaku yang rapuh hendak roboh, seolah dia adalah semen baru yang dicor pada ku yang hampir roboh ini, agar kembali tegak, aku memang beda dengan sang ustad, sang ustad adalah anak salah seorang tuan tanah didesaku, maka cocoklah jika aku sangat takut kehilangan sang jelita bidadari dambaanku, sejak lama jauh sebelum keluarga ustad ini pindah ke kampungku, lalu mengacaukan cintaku yang tenang, itu pikiran egoisku yang bicara tiap kali aku merasa kalah, jika dipikir memang benar apa yang dikatakan ustad bahwa kodrat akhwat adalah perhiasan dan kesenangan barang-barang dunia, itulah yang membuat hati mereka terkait pada siapa yang memiliki itu, sedangkan sekarang aku hanyalah gembel amoh yang gombal, tak usahlah berharap ikan besar jika tak punya pancing stainless yang besar kuat dan mahal, aku terkadang sering menyalahkan orang tuaku atas penyebab kebangkrutan terutama ayah, itulah kenapa aku tidak suka ngomong akhir akhir ini.
Ustad bilang juga tentang ilmuku yang baru saja aku menempuhnya yaitu hukum perkawian islam , bahwa prinsip dalam menikah itu adalah harus sekufu, kalau sang pria Lebih kaya atau Lebih terhormat dari mempelai perempuan maka tak jadi masalah namun akan menjadi masalah jika sebaliknya, ulama sepakat pernikahan semacam itu boleh dimintakan pembatalan, jika ada yang menolak, aku meski terlihat sumringah seperti dapat pencerahan dari ustadku yang bijak itu tapi jiwaku hancur, entah apa ini yang terasa, tapi kenapa seperti sebuah rasa patah hati,
”biarlah ustad tak boleh tau” aku terus mendengar tausiahnya.
Sampai adzan sudah berkumandang aku baru beranjak, ustad berdiri Lebih cepat dan bergegas karena dia imam sholat, sedangkan aku juga sama entah kenapa tubuh ku jadi sangat ringan, aku bisa berdiri meski aku menjadi tak bisa mendongkkan wajah, aku hanya berani menunduk, malu sekali atas apa yang telah aku lakukan selama ini, benarlah bahwa akulah sebenarna pria egois, miskin tapi sombong, suka meremehkan dan menyakiti hati orang. Sholat usai, aku ambil Quran, sungguh aku bisa membaca Lebih banyak dari yang biasanya, setelah itu aku dibuyarkan oleh dering HP milikku, kulihat
”Asslmualakm.. mas kamu dimana tolong sekarang kekampus ya penting!”
Sms dari teman ku dikampus yang ada kegiatan, aku terkadang sering sekali berpikir bahwa HP inilah salah satu penghancurku, aku terkadang ingin sekali membanting atau membuangnya, namun selalu teringat bila orang tuaku kumat prasangkanya, pake nuduh yang bukan-bukan lagi sebagaimana kebanyakan orang tua jawa, bahwa aku suka membuang-buang uang dengan HP itu, bahkan dituduh pacaran.
Segera kukirim jwaban 2 huruf Y dan A, stelah itu aku pamit pada orang-orang sepuh yang juga guru-guru ngaji disitu dahulu. Kebiasaan kalau dikampung setelah sholat lalu duduk bercengkrama dimasjid, kuliat juga musuhku si iwan adik ustad itu ada, kusalami dia, tentu saja dengan senyum, karena dari ustadku tadi tiba-tiba mengatakan kalau Iwan adiknya itu akan segera menikah dalam bulan depan, hatiku melepuh, tersiram cuka cinta yang kecut. Tapi Pura-pura senyum dan bercanda bahagia, memang keahlianku, aku beralasan cepat pergi dari situ, takut kalau setan menggodaku atau memeprmalukanku dengan membuatku menangis disitu, bagaimana harga diriku sebagai laki-laki, bukankah aku akan terlihat Lemah...
Sampai dirumah aku langsung masuk kamar pura-pura tidur, saat sendiri, lampu kumatikan itulah terasa gemuruh dadaku seperti air bah yang meluap luap tak terbendung
”Ustad brengsek !! Hik..hik....” tanngisku meLedak kutahan-tahan
Tetes demi tetes meleleh, air mata pemuda miskin dan gembel ini meleleh, seolah aku berpikir tak ada tempat juga bagi air mataku untuk sampai rasanya pada orang yang membuatnya meleleh sehingga tiap kali keluar aku selalu menahannya dan cepat cepat kuusap, aku entah pingsan atau kenapa aku sudah tak sadar tertidur, paginya aku segera berangkat tanpa mandi, entah apa ini rasa yang berkecamuk didada sejak aku bangun tadi.
Oleh ibukku diantarlah aku sampai terminal, aku berpamitan tak biasanya aku memeluk ibuku erat, juga bahkan aku titip ucapan minta maaf pada ibuk untuk ayah dan dan rasa menyesalku pada beliau yang selama ini aku diamkan.
Sesaat kemudian Bus antar provinsi ”MITA” Lewat, segera saja kusambar, kuliat ada tempat kosong disamping kernet, aku langsung duduk dan langsung terdiam sperti biasa, dalam lamunanku aku selalu berpikir tentang mati muda, mati cepat atau mati sekarang, mati, mati dan mati, sejurus kemudian kudengar klakson bus bersuara panjang dan nyaring sekali, aku entah kenapa tidak tertarik sekalipun..ketika gaduh suara penumpang tiba-tiba histeris dan ramai.....
Lalu ................Kurasa perih ketika aku telah terbangun, ternyata tadi bus kecelakaan banting setir dan menabrak truk tangki susu dari arah surabaya, sedangkan bus SK yang kutumpangi tadi dari arah solo, kuliat tangan dan mukaku penuh darah, kuraba tapi sudah tak bisa, akupun terduduk lama sekali menunggu orang-orang ramai datang, setelah orang-orang ramai datang mereka mengangkati mayat-mayat bus itu termasuk kuliat tubuhku diangkat dengan tengkorak kepalaku penyet separuh, astaghfirullah...itulah terakhir kalinya kuliat wajah ku, tanpa tangis orang-orang, dan gadis-gadis pujaanku, aku telah mati kurasa, aku mati, jauh dari tempat aku dilahirkan, coba jika tadi aku tidak mendoa dalam hati pasti aku mungkin akan masih selamat, tapi setidaknya aku tidak mati karena melihat fitri, cinta matiku menikah dengan orang lain, aku pasrah ketika aku seperti tersedot ke alam lain yang kuliat Lebih terang, putih dan hijau.......

Beberapa saat berlalu..... kemudian


”Ahhuh....jam berapa ini, ...aduh kenapa sakit sekali...” aku terbangun kaget sekali diriku, kepalaku kupegang masih setengah basah berbau amis sepertinya darah,
”oh tuhan....kukira aku sudah mati....!oh tuhan kenapa aku......aku......masih hidup” aku termangu, aku kaget bukan kepalang karena sudah lama kurasakan aku berada ditempat hijau yang nyaman seperti berbaring tidur tapi tidak tidur, tapi kenapa sekarang aku malah berada disebuah ruangan rumah sakit
”ternyata aku tidak jadi mati” Batinku

Belum lama aku termenung datang suara langkah kaki, akupun segera berbaring pelan...tapi ”auw...!!!” aku teriak karena ketika aku miring tanganku yang tertindih terasa sangat sakit, oh sial ternyata tangan kananku juga dibalut,
Derap langkah itupun spertinya mendengar teriakanku karena kudengar derap itu semakin bergegas menghampiri kearah bangsalku,
Srek!! suara Tirai terbuka dan aku mendengar suara memanggil, dan aku jelas kenal itu suara siapa, suara Lembut perempuan yang memanggilku dengan penuh sayang, suara perempuan yang selama ini kuabaikan, karena cintaku pada seorang santri akhwat yang amat cantik kembang desaku fitri, ini suara perempuan yang dulu pasti secantik fitri ketika mudanya, dia perempuan penuh iba yang melahirkanku dengan nyawa nya yang dibagi separuh untuk kehidupanku....
Akupun tak tahan untuk segera berseru menyambutnya
”ibuk,,,,,,,!!”
”Le...Gun...Gun anakku” balas ibuku, menyambutku dengan berjuta buncah bahagia yang mekar
”ibuk...” tangisku pun pecah tiada lagi tertahan

”akhirnya engkau sadar Le...” ibukku sambil deras mengalir air matanya memelukku dengan Lembut beliau taruh mukanya pada mukaku meski ada bekas darah yang sedikit berkeringat dan berbau beliau tidak peduli bahkan dia cium aku, cium wajahku dan meski tepat terkena luka itupun tanpa jijik sedikitpun, tangannya memegang tanganku mengelus kepalaku tanpa henti, aku dan ibuk berisak seru dalam tangis tak peduli malam itu jam 2 malam, semua orang terbangun terganggu sekalipun, aku tak peduli, aku merasa sebuah gunung yang meletus menumpahkan semua laharnya pada sebuah Lembah landai, dialah ibukku wanita pertama dan terakhir penawar duka dan lukaku dari fitri yang diam saja ketika lamaran iwan melayang untuknya, kenapa dia tidak menolak atau bilang tak mau. Diam dalam adat jawa dan islam adalah mau, hancurlah hatiku. Kenapa juga bila dia tidak suka padaku tidak menjauhi atau bilang terus terang padaku setidaknya dengan kata-kata kiasan bahwa dirinya tidak suka padaku.
Selama ini aku dan fitri, kuliah bersama disebuah kampus yayasan besar di Jawa Timur, dia dekat padaku bahkan sering respon ketika ku candai, dia bahkan sering membantuku dalam urusan organisasi yang kuemban dikampus, meski fitri dan aku berbeda fakultas tapi hampir tiap malam kami berhubungan Lewat SMS untuk sekedar saling bertukar nasehat atau tanya jawab soal organisasi dan diskusi, tapi ternyata dia taklebih hanyalah menganggapku seekor semut kecil yang lucu yang lewat didepannya lalu dia kasih remah roti kadaluarsa padaku sehingga aku mengiranya seorang gadis yang baik ternyata setelah kumakan roti itu didalam liang bersama keluargaku kami semua jadi sakit.

”Engkau sudah koma selama tiga hari Le....” suara ibuku bergetar dan berat masih terisak dan menahan tangis
”Hik..hik..hik...ibuuk”
”Le...sudah ya Le...jangan tinggalkan ibuk lagi....hhhhh”
”hhhhh...Ibuk” semakin erat kupeluk ibuku
”Bapakmu sakit....melihatmu sakit”
Aku jadi terkejut mendengarnya
”Dimana sekarang bapak buk!”
”Itu disebelahmu...” Dengan berat, ibukku membuka tirai kamar disamping kamarku, kulihat bapakku, terkejut sekali kurasakan, kenapa aku tak sadar selama ini bahwa ternyata bapakku amat menyayangiku, dia bahkan sampai seperti itu memikirkanku.
”Sungguh aku anak yang tidak berbakti”, Gumamku dalam hati,
masih beruntunglah aku, masih diberi kesempatan untuk hidup memperbaiki kesalahan dan dosaku karena syahwatku pada perempuan.
Segera kupanggil bapakku, emosi jiwaku bercampur aduk, menahan kesal, sedih dan marah
”Bapak! Bapak! Bapak...”aku berusaha meraih bapak, aku sungguh tak sadar pikiranku begitu emosi ingin segera memeluk bapakku yang kurus kering, diperparah balutan kulitnya yang keriput, sungguh sangat membuatku sedih hatiku kembali gemuruh.
”Sudahlah Le...kamu masih belum bisa apa-apa, kalau jatuh bagaimana Le..sudah Le, bapak tidak apa-apa” bujuk ibukku menenangkanku
”Tapi buk, liat itu, bapak diam saja, kurus, dan diam saja, itu semua karena aku buk.... aku ingin minta maaf dan memeluk bapak buk, aku takmau kualat buk, anak macam apa aku ini” sesalku sungguh bertumpuk-tumpuk
”Sudahlah Le..sudah..tenanglah, jangan buat ibuk sedih lagi! Setelah aku bahagia melihatmu tersadar” nada ibukku begitu membuatku trenyuh sehingga akupun menjadi tenang kembali
”hik..hik” air mataku tak tertahan untuk mengalir kembali, dengan deras
”kata dokter bapakmu pasti akan sadar ketika nanti mendengar atau melihatmu tersadar, jadi kamu harus sehat dulu baru kau besok disamping telinga bapak kamu bilang bahwa kamu sudah sembuh, ya...sekarang tidurlah kamu tidak boleh koma lagi dan buat ibuk sedih lagi setiap malam...ya” pinta lembut ibukku membuatku merasa semakin tenang
”hhhhh ibuuk”kurangkul kembali ibukku, aku yang tadi menutupkan tangan kiriku pada muka karena air mataku yang terus mengalir segera kubuka untuk seeratmungkin memeluk ibukku yang menjadi Lebih cepat tua, karena aku yang susah diceramahi dan dinasehati.

Pagi yang sibuk dirumah ku, hari ini mungkin akan menjadi hari penghabisan bagi keluargaku ini untuk bercengkerama dengan alam desa Pilanglor tempat dimana aku bersama keluarga hidup dan bercengkerama dengan keramahan penduduk kampung yang begitu menghormati keluarga ini, aku yang telah dinyatakan sembuh setelah dirawat 2 bulan, disarankan oleh dokter untuk beristirahat total dari semua pikiran berat. Sudah menjadi kesepakatan yang awalnya malah disarankan bapak padaku dan ibuk, bahwa agar aku lebih tenang dan tidak terganggu dengan masalalu yang sekarang tinggal di tempat yang sama, orangtuaku takut aku akan menjadi nekat lagi dan berbuat yang bukan-bukan paling tidak jiwaku bisa terganggu, karena walau bagaimanapun ternyata semua orang sudah tau kisahku ini, ternyata ketika kamarku dibongkar ditemukanlah banyak tulisan-tulisan harianku yang banyak membuat orang tercenung, yang akhirnya menjadi beban pikiran bapakku dan akhirnya puncaknya 3 hari aku koma bapakku ikut terbaring sakit.
Aku dan keluargaku sudah bulat untuk pindah, bapakku sudah menyiapkan tanah di jawa tengah, ternyata bapak masih punya sisa warisan dari eyang, tanah yang jelas jauh sekali dari tanah kelahiranku yang sekarang ini kupijak. Akupun tak kuasa untuk tidak menahan tangis, aku sesenggukan didepan bapak, ibuk dan saudara-saudaraku yang mengiringi kepindahan kami, begitu juga para tetangga, kurasakan dari raut muka mereka menyiratkan rasa kehilangan yang dalam, sedih tapi tak tau harus berbuat apa untuk menahan kepergian kami, memang di kampung ini bapakku dikenal priyayi yang dermawan, ringan tangan bila melihat tetangga butuh bantuan dana.
Mobil sewaan yang menjemputpun sudah datang dan mengklakson sebagai tanda siap ditumpangi, karena semua barang sudah dimasukkan, dua minibus, satu untuk kami dan barang-barang ringan dan satu untuk barang-barang berat yang masih tersisa. Seolah kami adalah pahlawan yang hendak berangkat perang, semua orang melambai sedih bahkan ibu-ibu PKK dan ibu-ibu puskesmas teman ibukku dan para pamong kawan ayahku banyak yang sesenggukan menangis, bahkan ada yang histeris, yaitu mbok darsi, dia tetangga dekat yang sudah janda dan tua sekali, hanya mempunyai seorang putra yang sesekali menjenguknya, mbok darsi mungkin sudah menganggap aku dan keluargaku sebagai kelluarga kandungnya sehingga mbok darsi begitu histeris, melihat itu ibuk hanya bisa memelukku lalu menangis dan akupun juga menangis, sedangkan kulihat ayah yang selama ini kukira pria yang anti menangis tapi beliau hari itu juga sesenggukan menahan tangis dengan mengatupkan erat bibirnya.
Perjalanan menyedihkan ini kutahu menuju kebahagiaan, semua orang ternyata amat menyayangiku, namun dengan congkaknya aku mengabaikan mereka, baru terasa sekarang semua hal itu, meski ketika koma dirumah sakit katanya pasangan pengantin fitri dan suaminya menjengukku tapi aku merasa tidak perlu untuk berpamitan dengan mereka. Bapak yang menyarankan itu, dan aku menerimanya.
Angin sore solo sejuk terasa terhirup di kerongkonganku yang serak karena banyaknya menangis, tak terasa 4 jam perjalanan dari ngawi purba telah kutempuh, negeri baru, baru saja kuinjak dan sebentar lagi akan menyambutku sebagai penghuni baru, semoga tanah yang baru ini mau menemaniku dan menyambut hidup ku dengan baik sekeluarga sampai nanti anak cucu. Kukubur dalam-dalam masa lalu akupun berganti nomor HP bersama bapak dan ibuk, semua buku diariku selama aku merindu pada gadis yang sekarang menjadi istri orang itu, ku bakar habis dengan deraian air mata yang mengiringinya.

####

0 komentar: