Kamis, 30 Desember 2010

Sebuah cerita sore
Sebuah ketidak sengajaan saat siang tadi aku bertemu dengan pak syarif, yang sekarang beliau menjadi seorang guru sd, kepernikahan temanku yeni , aku dan dia yang baisanya tidak banyak bicara tetapi saat ini kami menjadi akrab, entah mungkin karena persamaan organisasi atau persamaan nasib, untuk yang terakhir ini aku lebih menganggap memang itu alasannya, aku dan pak syarif yang biasa aku sebut mas syarif ini mempunyai pengalaman yang sama, tentang sesuatu penyakit yang baiasa melanda anak remaja atau yang menjaelang dewasa.
Dia lulus 4 tahun lebih awal dari aku di UNS solo, kami memamg satu organisasi namun berbeda angkatan, mas syarif adalah senior yang begitu aku hormati karena kehebatannya memegang banyak amanah diberbagai organisasi mahasiswa, disaat itulah dia mengaku berbuat sebuah kesalahan besar, bahkan mungkin terbesar diseumur hidupnya, tentu saja ini semua adalah tentang kisah cinta, cinta yang bersemi namun dipendam ditahan dan tak bisa diungkapkan karena semua orang tahu sebagai manusia beriman kami tidak boleh berlaku sama dengan orang kafir yang berlaku bebas mengumbar rasa cintanya pada perempuan-perempuan yang mereka sukai.
Mas syarif, saat memboncengkanku pulang kami bertemu dengan rafik, rafik adalah temanku juga temannya mas syarif, bisa dikatakan kami bertiga adalah teman yang lebih dari saudara, sehati, seperjuangan dan sering mengarungi senang dan susah bersama, saat aku sakit mas rafik lah yang mengantarkanku ke dokter, dengan motornya lalu dia pula yang membayarkan uang berobatnya. Namun ada satu ganjalan kecil yang akhirnya sedikit membuat aku dan mas rafik menjadi tidak seakrab dulu, pertama adalah teman kos mas rafik tidak kusukai dan mereka pun tidak menyukaiku , karena menurut mereka aku terlalu mengganggu kehidupan pribadi mereka, hubungan mereka mas rafik. Sampai akhirnya mereka berkomplot untuk menyingkirkanku dengan cara menyakitkan dan kotor yang membuatku harus pindah dari dekat mas rafik, isu perempuan itulah yang mereka para orang-orang sial itu untuk mengadu domba aku dengan mas rafik, namun karena kami berdua adalah kader yang tercetak dari organisasi yang besar dan ulet di UNS kami mempunyai hati yang tetap dingin walau otak kami mendidih.
Mas rafik seperti biasa ketika kita semua bertemu kawan lama, dia berhenti dan aku dan mas syarif pun berhenti, kami bertiga larut dalam ramah tamah dipinggir jalan, sampai akhirnya kami bertiga bersepakat untuk berhenti saj disebuah kedai. Saat tiba dikedai memesan minuman dan makanan, kami kembali penuh keakraban bersama bersendau gurau, lepas seperti busur panah yang baru saja lepas, melesat sekencang angin menerjang apapun tanpa peduli apa yang disekitarnya, namun setelah beberapa menit kami bertiga bercengkerama penuh rasa akrab tiba-tiba
“we will not go down..in the night without the fight……” ternyata suara nada dering HP mas syarif, wah lagunya song for gaza Michael Hart begitu pikirku dalam hati, makin kagum pula aku dengan mas syarif
“maaf ya keluar dulu….” dia sambil agak memepercepat langkah keluar kedai seperti mencari tempat aman
“wah pasti telephon dari akhwat ini” hahaha…begitu celutuk mas rafik, lalu aku berdua tertawa bareng. Begitulah jika para ikhwan bertemu
Saat mas syarif keluar itulah aku dan mas rafik berkesempatan untuk berbicara empat mata dan kembali mengakrabkan jalinan persahabatan yang sempat terenggang karena komplotan busuk, namun tak disangka mas rafik membuka bicara terlebih dahulu
“piye kau sof…yuh-yuh suwe gak ketemu tambah sugih ae koen”
“ah sampeyan iku iso ae, lha kau saiki wis kadi pegawai Telkom nuk!” aku ganti menyerang
“lah sof-sof aku iku disana Cuma pekerja magang kontrak!
“kontrak-kontrak o tapi kan digaji…BUMN mestine 800rb minimal!”
“ah kau…500 aj gk genap, 450rb”
“nah itu kan bisa untuk melamar mbak ary!!! Yo to!! Ah sampeyan iku kurang syukur…hahah”
Lalu perbincangan berlanjut pada cerita lama tentang sesuatu yang awam disebut orang sebagai cinta segitiga, cinta segitiga yang rumit dan membingungkan, serta menyebalkan, bagaimana tidak karena aku harus mengingat gadis cantik yang pernah menjadi sekretarisku di organisasi yang sama juga dengan mas rafik berada selama kami bertiga jadi mahasiswa, tepatnya kami bertiga dalam organisasi yang sama, bergerak bersama dan memecahkan masalah bersama serta bertukar pemikiran bersama, lama-lama cinta itu tumbuh dalam diriku kepada gadis yang bernama lengkap ariyana azizah itu, mas rafik awalnya tidak terlalu merespon aura yang ada pada diri ariyana, namun akulah yang paling awal tanggap, lalu beberapa hari kemudian dalam rapat pengurus luar biasa aku ditunjuk menjadi ketua organisasi yang kami ikuti karena ketua yang lama dianggap melanggar konstitusi organisasi, sebab ketua yang dulu berpacaran dengan anggotanya sendiri.
Pengangkatanku berlangsung lama penuh debat dan interupsi, aku sendiri malah ikut-ikutan membela para pencela bahwa aku tidak pantas memimpin atau belum pantas karena usiaku masih sangat muda jika disbanding para anggota lainnya, akhirnya mas rafik maju menjadi calon, namunsuara di konvensi terbelah, ada beberapa anggota seangkatn dengan ku mogok jika aku tidak dicalonkan, mereka para pendukungku itu beralasan bahwa aku harus menjadi calon alternative untuk bersaing agar tidak ada calon tunggal dan demokrasi benar-benar terwujud sesuai konstitusi organisasi kami, akupun duel dalam pemilihan dengan segala keluguan karena aku baru anggota angkatan baru pidatoku dan debatku ternyata memikat sebagian senior terutama akhwat. Betapa tidak ternyata aku lebih banyak hapal tentang doktrin-doktrin keadilan dan kerakyatan daripada mas rafik, maka semua diputuskanlah dalam pemungutan oleh anggota dewan pemilih karena secara musyawarah kami tidak dapat dipilih sebab antara aku dan mas rafik sama-sama mempunyai pendukung fanatic, namun pada akhirnya saat yang mendebarkan berlalu dengan terpilihnya aku menjadi ketua dewan pergerakan mahasiswa kampus UNS, hanya berselisih 3 suara, dan ternyata dewan pemilih yang keseluruhan beranggotakan 11 orang 7 akhwat senior, dan 4 ikhwan senior itu, memilihku dengan mutlak adalah ketujuh akhwat senior tersebut, dengan begitu aku menjadi ketua dan memimpin dengan tiang utama adalah para akhwat karena setelah itu mas rafik pun semakin malas didalam oraganisasi bersama para anggotaku yang ikhwan, membuatku selalu terpaksa banyak dan bahkan hanya berinteraksi dengan akhwat, saat itulah kedekatanku dnegan mbak ariyana ter jalin semakin erat apalagi dia adalah sekretaris umumku.
Pendek kisah aku menyukai dengan teramat dalam kepada mbak ariyana yang memang cantik, dengan pribadi yang juga amat menarik, aku sendiri tak tahu kenapa aku menjaddi sering tak tahan jika sehari saja tidak berkirim kabar dan saling menyapa dengan mbak ary. Setan akhirnya menggoda dengan hal tersebut, apalagi ibadahku menjadi semakin tidak konsisten sering tertunda karena rasa linglung membayangkan sang gadis cantik, tapi pada akhirnya gelagat ku yang aneh dan tidak seperti biasa menyulut perhatian mas rafik yang memang walau sudah tak terlalu aktif dalam organisasi tapi dia sudah seperti kakakku dia tidak aktif bukan karena aku tapi karena dia sekarang sudah bekerja sambilan.
“eh…kamu ini koq tak perhatikan beberapa hari ini seperti orang yang makin aneh?!, ada apa?”
“ah gak biasa koq, kau aja mas yang terlalu sibuk kerja, jarang ketemu aku jadi seperti melihatku beda”
“alah ngaku sajalah!...hal yang kulihat padamu ini hanya terjadi biasanya pada anak muda yang gie jatuh cinta, hayo coba beritahu padaku siapa yang sedang kau sukai!!”
“ahh gak ada koq, jangan mengada-ada lah mas…aku jadi malu nich”
Tiba –tiba dengan cepat takkusadari HPq sudah berada ditangan mas rafik saat aku tinggal sebentar ijin ke dalam kamar, memang aku suka ceroboh meletakkan barang-barang disamping tempatku duduk, dia telah membaca sebagian besar sms ku padahal belum lima menit aku terlena, saat kusadari dia menyadari
“siapa to sebenarnya ary itu? Jadi penasaran aku !!”
“ ah kau curang!!!!, “ aku jadi setengah marah tapi akhirnya aku menjadi lunak dan mengaku semua lalau seperti air bah yang menjaebol dinding tanggul aku curhat semua tentang rasa cintaku kepada sekretarisku sendiri dan mas rafik hanya banyak terbahak-bahak saja. Diakhir cerita mas rafik bilang
“sini nomornya tak cobane apakah dia perempuan yang benar-benar baik dan cocok jadi istrimu…hahah” dia tertawa karena telah menguak rasa cintaku terdalam yang selama ini tersimpan rapat, aku pun seperti tawanan yang telah kalah perang
“nich…..tapi inget kau jangan bilang aku dan menyangkut-nyangkut namaku “ aku sodorkan HPq yang bertuliskan nomornya ary pada mas rafik.
Dan semuanya berlanjut dengan terjeratnya mas rafik pada rasa suka sebagaimana aku suka pada gadis itu, tapi rafik lebih lelauasa mendapat perhatian dan curahan hati dari ary karena statusnya yang lebih tua dan senior dalam organisasi.
Aku Jadi berpikir apakah setiap anak gadis cenderung suka pada laki-laki yang lebih tua darinya dengan alasan lebih mampu diajak bicara, lebih dewasa dan lebih bisa memahami dan mengayomi..”hah Bull Sit, Omong kosong !“ pikirku kesal. “Orang perempuan menyebalkan mereka begitu cepat melupakan perhatian dan kebaikan orang” kali ini setan dalam pikiranku giliran berbisik dengan pikiran itu, “Masya Allah” pikirku “Tuhan ampunilah aku”, rasa-rasa seperti it uterus berlanjut sampai aku akhirnya skripsi dan pikiranku jauh lebih tenang atas kesibukanku dibanyak organisasi massa dan kepemudaan. Begitulah kenanganku dengan mas rafik yang akhirnya tidak berlanjut lebih dalam karena mas syarif sudah datang dan dia bilang untuk segera mohon ijin karena ada keperluan mendadak dirumah, ternyata tadi dia ditelp oleh seorang gadis putri kepala sekolah tempat dia bekerja. Akupun segera meluncur pulang dengan mas syarif karena satu jalur, sedangkan mas rafik karena rumahnya adalah kota reog maka dia berlawanan dengan ku dan mas syarif.
Sore semakin dingin, sedangkan mas syarif malah semakin kencang memacu sepeda motornya, karena mendung memang terlihat turun semakin pekat dan tentu saja siapapun akhirnya berasumsi bahwa hujan akan segera turun, namun saat seperempat perjalanan, mas syarif tiba-tiba mulai bicara dan membuka percakapan dengan kalimat menggelitik
“gimana pak dirimu sudah punya calon, mungkin segera menyusul mbak yeni”
“ah ….wong sampeyan saja belom, masak yang junior mendahului” kujawab pula dengan nada penuh kejenakaan
“hahaha….ya gak papa lah sampeyan yang duluan, gak usah liat senior atau junior, lha kalau memang sudah ada kenapa ditunda-tunda, jangan ditunda pak eman-eman” diluar dugaanku balasan dari mas syarif menjadi serius , lalu aku diam sebentar berpikir untuk kembali menjawab jawaban yang sepertinya makin menjurus kepada keseriusan, dan dari pernyataan itu aku jelas menangkap sebuah kalimat penuh kedalaman rasa, mungkin tentang suatu pengalaman atau peristiwa kehidupan yang pernah beliau alami atau saksikan.
“saya dulu ketika kuliah keinginan untuk menikah itu sangat besar tetapi itu luntur seiring dengan zaman, saat saya sudah lulus…..” ada jeda lumayan panjang dalam kalimat mas syarif untuk aku menyelakan ketertarikanku pada percakapan tentang nikah itu.
“oh …saya juga lho pak bahkan lebih, saya pernah nekat meminta persetujuan bapak, tapi …..tidak setuju” aku mulai teringat apa yang menjadi salah satu tragedi dalam hidupku, bahwa pernikahan anak yang kuliah itu sepenuhnya hak orang tua untuk memutuskannya.
“saya punya cerita pak…..dulu saya waktu di organisasi yang sekarang sampeyan pimpin itu saya juga terlibat rasa suka seperti itu”
“seperti itu bagaimana mas?”
“ yah…semacam cinta yang kalah cepat semacam itu”
Tertawa pun tak bisa dihindarkan antara aku dan beliau, tawa kesedihan yang dijadikan kebahagiaan, dia bercerita bahwa suatu saat pernah mengalami kasus kalah cepat menyunting sang idaman, padahal sang perempuan idaman itu pun begitu mencintai nya dan mereka saling berharap bisa menikah, tapi hanya karena kurang cepat saja, semua menjadi tangisan hati yang begitu pilu, terutama sang perempuan .
Mas syarif, dulu adalah mantan ketua periode awal organisasi yang sekarang kupimpin ini, dia bisa dikatakan perintis, dimanapun dalam sebuah organisasi memang sering didengar desas-desus hubungan tidak professional atau istilahnya cinta lokasi atau lebih kerennya CBSK (Cinta Bersemi Saat Aksi), memang dalam sebuah organisasi mahasiswa yang sering merencanakan demonstrasi dan kegiatan social, tentunya sering bertatap muka atau bertemu pandang tidak bisa dihindarkan , secara sengaja maupun tidak, saat itulah dimana seorang pemimpin organisasi yang hebat seperti Mas Syarif, muda , enerjik, dan berdedikasi tentu membuat semua anggota nya segan dan menghormatinya, terlebih para akhwat-akhwatnya, sepertinya sang ketua pun juga sudah menjatuh kan perhatiannya pada salah seorang diantaranya, begitu garis besar yang dapat kuambil dari cerita pilu penuh perjuangan dari Mas Syarif.
Saat lulus tiba ternyata mas Syarif dan si akhwat idaman ini ternyata tidak juga lepas dari perasaan cinta, meski terpendam begitu lama karena masing-masing berganti nomor dan telat konfirmasi, namun suatu hari Tuhan berkenan mempertumukan mereka lagi, dan timbullah kembali perasaan lama yang semakin membuncah atau mungkin istilah kerennya CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali), mulailah mereka dekat kembali, saling SMS, saling telp meski intensitasnya tentu saja jarang, mengingat beliau berdua adalah aktivis kelas atas yang sudah kenyang pendidikan organisasi dan rohani, tentu nuansa JAIM senantiasa harus dijaga, dan ternyata itulah yang menjadi awal mimpi buruk si gadis yang sekarang harus rela menikah dengan pria idaman orang tuanya itu, bukan semata-mata idaman hatinya.
Didalam organisasi yang dimasuki mas Syarif dan si akhwat idaman itu, sekarang ini, memang sebuah organisasi yang hamper sangat eksklusif, dimana urusan perjodohan menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup Organisasi itu, sehingga harus mendapat aturan dari organisasasi, tapi walaupun begitu ketatnya aturan meraka tetap saja melanggar, bahkan para petinggi oarganisasi nya sendiri, pendek cerita mas sarif akhirna patah hati karena dia telat ngomong kepada si akhwat yang ternyata juga memndam ras kepadamas sarif, tapi mas sarif telat sehari ngomongnya, dia keduluan teman seangkatnnya, sungguh tragedy, saat si akhwat hendak dipinang leawt telpon, jawabannya adalah tangisan si perempuan kepada mas sarif yang hancur lebur tentunya, masya Allah

FITRI

F I T R I

Sudah biasa aku pulang setiap sabtu, demi untuk ibuku, melepas rindu padanya, karena tak ada yang lagi kurindukan kecuali hanya ibuk, ayahku sudah 3 bulan ini tak menyapaku karena aku duluan yang mendiamkannya, semilir sore semakin menggigilkan tulang mudaku yang rapuh, aku coba ke dapur, seperti kebiasaanku yang suka lapar terus…jika dirumah, namun perhatianku teralihkan oleh tum,pukan-tumpukan buku dan kertas di meja makan yang sekarang menjadi berdekatan sekali dengan meja kerja ayahku, sejak rumahku dilelang karena utang yang jatuh tempo yang begitu besar dan tak dilunasi juga.
“Hmm…surat….”gumamku sambil mengambil secarik kertas yang sepertinya masih baru, naluriku memang entah karena apa tergerak dengan lancang melakukan itu,
”Surat jatuh tempo...!!, Allah....ternyata, selama ini belum tuntas juga tagihan bank orang tuaku!” sedihku bercampur gusar,
Disitu tertulis tagihan total plus bunga jatuh tempo bulan lalu adalah delapan juta tujuh ratus lima puluh lima ribu rupiah, dengan nada ancaman tentunya, dan aku semakin tertegun ketika kubaca teruntuknya surat itu adalah untuk ibukku
Ayahku memang tak lagi dipercaya Bank untuk nilai utang diatas satu juta, karena berpuluh-puluh juta saja bapakku telah tercatat gagal oleh bank sehingga semua terjual karena bunga yang membengkak akhirnya rumah kami pun ikut terlelang oleh negara.
Aku hanya bisa tertegun sedih mau sebenarnya menagis tapi malu jika nanti adik atau orang tuaku datang tiba-tiba...kuselipkan lagi pada tempatnya dan akupun beranjak merenung,
Ketika ibuk pulang dari jenguk budeku yang katanya sakit, akupun segera bilang padanya, bahwa aku sudah diterima di sebuah Radio swasta profesional baru di kota ini, mungkin dengan gaji seberapapun aku bisa nyambi kuliah sambil kuberikan tabungan untuk menikah kelak dibagi dua dengan kredit motor juga tentunya untuk operasional aku berangkat kerja dan kuliah,
”Ah Le, tidak usah !” begitu ibukku bilang saat mendengar pengaduanku
”Usaikan dulu kuliahmu!” sahut bapakku juga
”Wong Cuma Radio seperti itu saja, berapa to gajinya! malah buat kuliahmu berantakan nanti” tambah bapakku ketus.
Aku sudah mengira kalau itu yang akan dijawab oleh kedua orang tuaku, meski temenku bilang aku harus melawan orang tuaku jika keputusannya merugikan kreativitasanku tapi aku memang takut terkutuk dengan mengambil keputusan sendiri apalagi jika itu bersebrangan dengan keinginan orang tuaku, jadi dengan sedikit stres kulepas lah pekerjaan itu, menjadi penyiar, public figur yang banyak didamba orang. Namun bagaimana lagi aku lebih takut kualat daripada memaksakan masa depan yang memang sebenarnya sama-sama gawangnya.
Masih kuingat juga kenapa aku sangat ingin segera mandiri, mempunyai penghasilan sendiri dan tidak lagi terlalu tergantung kepada orang tuaku, karena aku takut kehilangan seorang perempuan jangkung yang amat cantik menurutku, putri tercantik di desa tetangga, yang sejak dulu hanya berani kucuri pandang saja setelah itu aku pasti menyesal ”astaghfirullah” itu ucapan lirihku setiap kali rasa rindu nafsuku padanya kucoba kupenuhi, karena jelas, aku tak halal melakukan itu, dia bukan apa apaku, memandang saja bisa membuat timbul hasrat-hasrat lain yang kurang ajar.
Rasaku yang sering cemburu ketika melihat tetanggaku itu bersama orang lain, apalagi jika bercanda-canda, aku selalu timbul rasa marah, ”kenapa dia mau!” seolah aku berfikir selalu ”kenapa bukan aku, padaku saja”, sungguh pikiran setan itu telah mengotori rasa sukaku pada gadis berkerudung merah cantik rupawan jangkung itu, kadang jika di kali aku pernah sekali tak sengaja melihatnya membasuh bibir sampai dagunya dengan pelan lembut, sungguh membuat darah mudaku berdesir.
”mencintai adalah kodrat, namun ingat tidak mesti itu terbalas dicintai, maka ikhlaskan cinta itu jika terpaksa datang menggoda, jangan cemburu padanya, karena itu menunjukkan kelemahan akidah sang pencinta, dan lama-lama sang pencinta akan menderita, sebab semakin hilangnya rasa malu, wujud dari hilangya iman sang pencinta, yang membuatnya semakin kurang aturan dan melanggar aturan itu dengan buta jiwanya” begitu wejangan ustadku tiap kali kutemui dalam sesi pengajian rutin dimasjid kampung.
Ustadku biasa disebut guru pendamping, biasanya mereka masih muda, jarak usianya tidak jauh dariku, aku lebih leluasa curhat padanya dengan sistem kajian seperti itu, aku pun berani bilang padanya kalau aku telah berbuat pelampiasan akhir-akhir ini!
”Maksudmu ?!” tanya usatadku agak terkejut sepertinya
”Aku bermain hati!” jawabku dengan nada lirih setengah menyesal
”Hmmm......” gumaman panjang usatad, membuatku semakin malu dan kecil dihadapannya, sudah kepalang basah, akupun mengaku sekalian
”Tentu ustad tau kan, aku selama ini menyukai fitri!, ” sambungku dengan nada agak setengah ku tahan
”Astaghfirullah!, oh ...tapi gak papa..ceritakan saja,” aku begitu terkejut mendengar jawaban ustadku yang begitu santai tadi, seolah dia sudah tahu apa yang kurahasiakan selama ini tentang rasa sukaku ini.
”Sungguh ustad begitu bijak sampai-sampai aku tak pernah bisa menyembunyikan semua rahasia hidupku pada sampeyan, hhhhh....” kuhela nafas panjang Lebih dulu, karena aku yakin ini adalah cobaan berat yang sedang mengincarku
”sudah menjadi kebiasaanku jika aku sakit hati aku menjadi jahat, kulampiaskan kekesalanku dengan menaklukkan perempuan lain, sudah 5 orang gadis dari 5 murabbi yang berbeda kupermainkan, kutaklukkan perhatiannya padaku bahkan ada 3 orang yang sampai memintaku serius, ustad tolong aku doamu untuk kestabilan jiwaku, dia sang fitri yang rupawan kembang desa kampung ini, Lebih suka pada...pada,....dia...dia yang ...hmmm..hmmm.hhh” nafasku mulai goyah tersengal menahan sedih bercampur kesal,
”Siapa Gun! Bilang saja, toh Agun ini seperti dengan siapa saja to..” ustad mencoba menenangkan ketakutanku padanya dan sekaligus hendak mengorek keterangan yang Lebih lanjut
”Ustad bener tidak akan marah? atau kesal padaku jika kubilang siapa orangnya”
”InsyaAllah,”
”Tapi ustad....”
”Sudahlah Gun, percayalah, janji muslimkan? pasti ditepati apa lagi kita laki-laki”
”Janji laki-laki harus ditepati!, bukankah begitu Gun!” ustad menyambung lagi
”Dia adalah adik ustad sendiri yang satu fakultas dengannya”
”Oh...cinta segi tiga to ternyata..................ya...............aku sudah faham koq”
”Maksud ustad!!??”aku kaget ternyata ustad sama sekali tidak seperti dugaanku untuk terkejut atau mengucap istighfar sebagaimana sering beliau sebut jika heran pada suatu perbuatan menyeLeweng,
”Sudah lama aku tau itu, cuman aku memang diam karena aku yakin kamu bisa kuat, tapi ternyata yah ,, namanya juga manusia laki-laki, itulah godaan terberatnya ketika beranjak dewasa”
”Tolonglah ustad, dia menawan jiwaku, aku sering melamun, linglung. Tidak konsen ngaji, maaf jika aku telah kecewakan ustad”
”Sudah, aku tau koq, sejak kapan kamu terserang virus kuno merah jambu itu, kamu masih Lebih baik, tetap kuat tidak memacari perempuan-perempuan itukan.....”
”Maksud ustad?, darimana ustad tau itu?”
”Aku kan murabbi kamu kan jadi apa gunanya jika aku tidak paham kamu!”aku terunduk, bercampur baur semua rasa ,” malu, ustad..” lirih kuucap dibibir.
”Ya memang si adikku yang sering cerita tentang kalian, kau fitri, dan dia sendiri,”
”Apa!!, astaghfirullah” sontak aku kaget setelah mendengar itu, jadi selama ini....aku seperti telah telanjang tapi pede berjalan kemana-mana
”Ustad apa yang sering diceritakan adik Sampeyan, tolong jangan semuanya dipercaya” aku ketakutan kalau-kalau ustad berat sebelah
”Tenang akh aku paham koq.... aku netral..percayalah..” Lembut sekali ustad bersuara di telingaku, bahkan kelembutan dan kebijakan seperti ini tak pernah aku dapati dirumah
Waktu bergulir, Ashar pun secepat embun menghilang, berganti senja merah di ufuk barat, sepatah demi sepatah nasihat ustad yang adiknya kuanggap saingan bahkan musuh itu meresap dalam pada jiwaku yang rapuh hendak roboh, seolah dia adalah semen baru yang dicor pada ku yang hampir roboh ini, agar kembali tegak, aku memang beda dengan sang ustad, sang ustad adalah anak salah seorang tuan tanah didesaku, maka cocoklah jika aku sangat takut kehilangan sang jelita bidadari dambaanku, sejak lama jauh sebelum keluarga ustad ini pindah ke kampungku, lalu mengacaukan cintaku yang tenang, itu pikiran egoisku yang bicara tiap kali aku merasa kalah, jika dipikir memang benar apa yang dikatakan ustad bahwa kodrat akhwat adalah perhiasan dan kesenangan barang-barang dunia, itulah yang membuat hati mereka terkait pada siapa yang memiliki itu, sedangkan sekarang aku hanyalah gembel amoh yang gombal, tak usahlah berharap ikan besar jika tak punya pancing stainless yang besar kuat dan mahal, aku terkadang sering menyalahkan orang tuaku atas penyebab kebangkrutan terutama ayah, itulah kenapa aku tidak suka ngomong akhir akhir ini.
Ustad bilang juga tentang ilmuku yang baru saja aku menempuhnya yaitu hukum perkawian islam , bahwa prinsip dalam menikah itu adalah harus sekufu, kalau sang pria Lebih kaya atau Lebih terhormat dari mempelai perempuan maka tak jadi masalah namun akan menjadi masalah jika sebaliknya, ulama sepakat pernikahan semacam itu boleh dimintakan pembatalan, jika ada yang menolak, aku meski terlihat sumringah seperti dapat pencerahan dari ustadku yang bijak itu tapi jiwaku hancur, entah apa ini yang terasa, tapi kenapa seperti sebuah rasa patah hati,
”biarlah ustad tak boleh tau” aku terus mendengar tausiahnya.
Sampai adzan sudah berkumandang aku baru beranjak, ustad berdiri Lebih cepat dan bergegas karena dia imam sholat, sedangkan aku juga sama entah kenapa tubuh ku jadi sangat ringan, aku bisa berdiri meski aku menjadi tak bisa mendongkkan wajah, aku hanya berani menunduk, malu sekali atas apa yang telah aku lakukan selama ini, benarlah bahwa akulah sebenarna pria egois, miskin tapi sombong, suka meremehkan dan menyakiti hati orang. Sholat usai, aku ambil Quran, sungguh aku bisa membaca Lebih banyak dari yang biasanya, setelah itu aku dibuyarkan oleh dering HP milikku, kulihat
”Asslmualakm.. mas kamu dimana tolong sekarang kekampus ya penting!”
Sms dari teman ku dikampus yang ada kegiatan, aku terkadang sering sekali berpikir bahwa HP inilah salah satu penghancurku, aku terkadang ingin sekali membanting atau membuangnya, namun selalu teringat bila orang tuaku kumat prasangkanya, pake nuduh yang bukan-bukan lagi sebagaimana kebanyakan orang tua jawa, bahwa aku suka membuang-buang uang dengan HP itu, bahkan dituduh pacaran.
Segera kukirim jwaban 2 huruf Y dan A, stelah itu aku pamit pada orang-orang sepuh yang juga guru-guru ngaji disitu dahulu. Kebiasaan kalau dikampung setelah sholat lalu duduk bercengkrama dimasjid, kuliat juga musuhku si iwan adik ustad itu ada, kusalami dia, tentu saja dengan senyum, karena dari ustadku tadi tiba-tiba mengatakan kalau Iwan adiknya itu akan segera menikah dalam bulan depan, hatiku melepuh, tersiram cuka cinta yang kecut. Tapi Pura-pura senyum dan bercanda bahagia, memang keahlianku, aku beralasan cepat pergi dari situ, takut kalau setan menggodaku atau memeprmalukanku dengan membuatku menangis disitu, bagaimana harga diriku sebagai laki-laki, bukankah aku akan terlihat Lemah...
Sampai dirumah aku langsung masuk kamar pura-pura tidur, saat sendiri, lampu kumatikan itulah terasa gemuruh dadaku seperti air bah yang meluap luap tak terbendung
”Ustad brengsek !! Hik..hik....” tanngisku meLedak kutahan-tahan
Tetes demi tetes meleleh, air mata pemuda miskin dan gembel ini meleleh, seolah aku berpikir tak ada tempat juga bagi air mataku untuk sampai rasanya pada orang yang membuatnya meleleh sehingga tiap kali keluar aku selalu menahannya dan cepat cepat kuusap, aku entah pingsan atau kenapa aku sudah tak sadar tertidur, paginya aku segera berangkat tanpa mandi, entah apa ini rasa yang berkecamuk didada sejak aku bangun tadi.
Oleh ibukku diantarlah aku sampai terminal, aku berpamitan tak biasanya aku memeluk ibuku erat, juga bahkan aku titip ucapan minta maaf pada ibuk untuk ayah dan dan rasa menyesalku pada beliau yang selama ini aku diamkan.
Sesaat kemudian Bus antar provinsi ”MITA” Lewat, segera saja kusambar, kuliat ada tempat kosong disamping kernet, aku langsung duduk dan langsung terdiam sperti biasa, dalam lamunanku aku selalu berpikir tentang mati muda, mati cepat atau mati sekarang, mati, mati dan mati, sejurus kemudian kudengar klakson bus bersuara panjang dan nyaring sekali, aku entah kenapa tidak tertarik sekalipun..ketika gaduh suara penumpang tiba-tiba histeris dan ramai.....
Lalu ................Kurasa perih ketika aku telah terbangun, ternyata tadi bus kecelakaan banting setir dan menabrak truk tangki susu dari arah surabaya, sedangkan bus SK yang kutumpangi tadi dari arah solo, kuliat tangan dan mukaku penuh darah, kuraba tapi sudah tak bisa, akupun terduduk lama sekali menunggu orang-orang ramai datang, setelah orang-orang ramai datang mereka mengangkati mayat-mayat bus itu termasuk kuliat tubuhku diangkat dengan tengkorak kepalaku penyet separuh, astaghfirullah...itulah terakhir kalinya kuliat wajah ku, tanpa tangis orang-orang, dan gadis-gadis pujaanku, aku telah mati kurasa, aku mati, jauh dari tempat aku dilahirkan, coba jika tadi aku tidak mendoa dalam hati pasti aku mungkin akan masih selamat, tapi setidaknya aku tidak mati karena melihat fitri, cinta matiku menikah dengan orang lain, aku pasrah ketika aku seperti tersedot ke alam lain yang kuliat Lebih terang, putih dan hijau.......

Beberapa saat berlalu..... kemudian


”Ahhuh....jam berapa ini, ...aduh kenapa sakit sekali...” aku terbangun kaget sekali diriku, kepalaku kupegang masih setengah basah berbau amis sepertinya darah,
”oh tuhan....kukira aku sudah mati....!oh tuhan kenapa aku......aku......masih hidup” aku termangu, aku kaget bukan kepalang karena sudah lama kurasakan aku berada ditempat hijau yang nyaman seperti berbaring tidur tapi tidak tidur, tapi kenapa sekarang aku malah berada disebuah ruangan rumah sakit
”ternyata aku tidak jadi mati” Batinku

Belum lama aku termenung datang suara langkah kaki, akupun segera berbaring pelan...tapi ”auw...!!!” aku teriak karena ketika aku miring tanganku yang tertindih terasa sangat sakit, oh sial ternyata tangan kananku juga dibalut,
Derap langkah itupun spertinya mendengar teriakanku karena kudengar derap itu semakin bergegas menghampiri kearah bangsalku,
Srek!! suara Tirai terbuka dan aku mendengar suara memanggil, dan aku jelas kenal itu suara siapa, suara Lembut perempuan yang memanggilku dengan penuh sayang, suara perempuan yang selama ini kuabaikan, karena cintaku pada seorang santri akhwat yang amat cantik kembang desaku fitri, ini suara perempuan yang dulu pasti secantik fitri ketika mudanya, dia perempuan penuh iba yang melahirkanku dengan nyawa nya yang dibagi separuh untuk kehidupanku....
Akupun tak tahan untuk segera berseru menyambutnya
”ibuk,,,,,,,!!”
”Le...Gun...Gun anakku” balas ibuku, menyambutku dengan berjuta buncah bahagia yang mekar
”ibuk...” tangisku pun pecah tiada lagi tertahan

”akhirnya engkau sadar Le...” ibukku sambil deras mengalir air matanya memelukku dengan Lembut beliau taruh mukanya pada mukaku meski ada bekas darah yang sedikit berkeringat dan berbau beliau tidak peduli bahkan dia cium aku, cium wajahku dan meski tepat terkena luka itupun tanpa jijik sedikitpun, tangannya memegang tanganku mengelus kepalaku tanpa henti, aku dan ibuk berisak seru dalam tangis tak peduli malam itu jam 2 malam, semua orang terbangun terganggu sekalipun, aku tak peduli, aku merasa sebuah gunung yang meletus menumpahkan semua laharnya pada sebuah Lembah landai, dialah ibukku wanita pertama dan terakhir penawar duka dan lukaku dari fitri yang diam saja ketika lamaran iwan melayang untuknya, kenapa dia tidak menolak atau bilang tak mau. Diam dalam adat jawa dan islam adalah mau, hancurlah hatiku. Kenapa juga bila dia tidak suka padaku tidak menjauhi atau bilang terus terang padaku setidaknya dengan kata-kata kiasan bahwa dirinya tidak suka padaku.
Selama ini aku dan fitri, kuliah bersama disebuah kampus yayasan besar di Jawa Timur, dia dekat padaku bahkan sering respon ketika ku candai, dia bahkan sering membantuku dalam urusan organisasi yang kuemban dikampus, meski fitri dan aku berbeda fakultas tapi hampir tiap malam kami berhubungan Lewat SMS untuk sekedar saling bertukar nasehat atau tanya jawab soal organisasi dan diskusi, tapi ternyata dia taklebih hanyalah menganggapku seekor semut kecil yang lucu yang lewat didepannya lalu dia kasih remah roti kadaluarsa padaku sehingga aku mengiranya seorang gadis yang baik ternyata setelah kumakan roti itu didalam liang bersama keluargaku kami semua jadi sakit.

”Engkau sudah koma selama tiga hari Le....” suara ibuku bergetar dan berat masih terisak dan menahan tangis
”Hik..hik..hik...ibuuk”
”Le...sudah ya Le...jangan tinggalkan ibuk lagi....hhhhh”
”hhhhh...Ibuk” semakin erat kupeluk ibuku
”Bapakmu sakit....melihatmu sakit”
Aku jadi terkejut mendengarnya
”Dimana sekarang bapak buk!”
”Itu disebelahmu...” Dengan berat, ibukku membuka tirai kamar disamping kamarku, kulihat bapakku, terkejut sekali kurasakan, kenapa aku tak sadar selama ini bahwa ternyata bapakku amat menyayangiku, dia bahkan sampai seperti itu memikirkanku.
”Sungguh aku anak yang tidak berbakti”, Gumamku dalam hati,
masih beruntunglah aku, masih diberi kesempatan untuk hidup memperbaiki kesalahan dan dosaku karena syahwatku pada perempuan.
Segera kupanggil bapakku, emosi jiwaku bercampur aduk, menahan kesal, sedih dan marah
”Bapak! Bapak! Bapak...”aku berusaha meraih bapak, aku sungguh tak sadar pikiranku begitu emosi ingin segera memeluk bapakku yang kurus kering, diperparah balutan kulitnya yang keriput, sungguh sangat membuatku sedih hatiku kembali gemuruh.
”Sudahlah Le...kamu masih belum bisa apa-apa, kalau jatuh bagaimana Le..sudah Le, bapak tidak apa-apa” bujuk ibukku menenangkanku
”Tapi buk, liat itu, bapak diam saja, kurus, dan diam saja, itu semua karena aku buk.... aku ingin minta maaf dan memeluk bapak buk, aku takmau kualat buk, anak macam apa aku ini” sesalku sungguh bertumpuk-tumpuk
”Sudahlah Le..sudah..tenanglah, jangan buat ibuk sedih lagi! Setelah aku bahagia melihatmu tersadar” nada ibukku begitu membuatku trenyuh sehingga akupun menjadi tenang kembali
”hik..hik” air mataku tak tertahan untuk mengalir kembali, dengan deras
”kata dokter bapakmu pasti akan sadar ketika nanti mendengar atau melihatmu tersadar, jadi kamu harus sehat dulu baru kau besok disamping telinga bapak kamu bilang bahwa kamu sudah sembuh, ya...sekarang tidurlah kamu tidak boleh koma lagi dan buat ibuk sedih lagi setiap malam...ya” pinta lembut ibukku membuatku merasa semakin tenang
”hhhhh ibuuk”kurangkul kembali ibukku, aku yang tadi menutupkan tangan kiriku pada muka karena air mataku yang terus mengalir segera kubuka untuk seeratmungkin memeluk ibukku yang menjadi Lebih cepat tua, karena aku yang susah diceramahi dan dinasehati.

Pagi yang sibuk dirumah ku, hari ini mungkin akan menjadi hari penghabisan bagi keluargaku ini untuk bercengkerama dengan alam desa Pilanglor tempat dimana aku bersama keluarga hidup dan bercengkerama dengan keramahan penduduk kampung yang begitu menghormati keluarga ini, aku yang telah dinyatakan sembuh setelah dirawat 2 bulan, disarankan oleh dokter untuk beristirahat total dari semua pikiran berat. Sudah menjadi kesepakatan yang awalnya malah disarankan bapak padaku dan ibuk, bahwa agar aku lebih tenang dan tidak terganggu dengan masalalu yang sekarang tinggal di tempat yang sama, orangtuaku takut aku akan menjadi nekat lagi dan berbuat yang bukan-bukan paling tidak jiwaku bisa terganggu, karena walau bagaimanapun ternyata semua orang sudah tau kisahku ini, ternyata ketika kamarku dibongkar ditemukanlah banyak tulisan-tulisan harianku yang banyak membuat orang tercenung, yang akhirnya menjadi beban pikiran bapakku dan akhirnya puncaknya 3 hari aku koma bapakku ikut terbaring sakit.
Aku dan keluargaku sudah bulat untuk pindah, bapakku sudah menyiapkan tanah di jawa tengah, ternyata bapak masih punya sisa warisan dari eyang, tanah yang jelas jauh sekali dari tanah kelahiranku yang sekarang ini kupijak. Akupun tak kuasa untuk tidak menahan tangis, aku sesenggukan didepan bapak, ibuk dan saudara-saudaraku yang mengiringi kepindahan kami, begitu juga para tetangga, kurasakan dari raut muka mereka menyiratkan rasa kehilangan yang dalam, sedih tapi tak tau harus berbuat apa untuk menahan kepergian kami, memang di kampung ini bapakku dikenal priyayi yang dermawan, ringan tangan bila melihat tetangga butuh bantuan dana.
Mobil sewaan yang menjemputpun sudah datang dan mengklakson sebagai tanda siap ditumpangi, karena semua barang sudah dimasukkan, dua minibus, satu untuk kami dan barang-barang ringan dan satu untuk barang-barang berat yang masih tersisa. Seolah kami adalah pahlawan yang hendak berangkat perang, semua orang melambai sedih bahkan ibu-ibu PKK dan ibu-ibu puskesmas teman ibukku dan para pamong kawan ayahku banyak yang sesenggukan menangis, bahkan ada yang histeris, yaitu mbok darsi, dia tetangga dekat yang sudah janda dan tua sekali, hanya mempunyai seorang putra yang sesekali menjenguknya, mbok darsi mungkin sudah menganggap aku dan keluargaku sebagai kelluarga kandungnya sehingga mbok darsi begitu histeris, melihat itu ibuk hanya bisa memelukku lalu menangis dan akupun juga menangis, sedangkan kulihat ayah yang selama ini kukira pria yang anti menangis tapi beliau hari itu juga sesenggukan menahan tangis dengan mengatupkan erat bibirnya.
Perjalanan menyedihkan ini kutahu menuju kebahagiaan, semua orang ternyata amat menyayangiku, namun dengan congkaknya aku mengabaikan mereka, baru terasa sekarang semua hal itu, meski ketika koma dirumah sakit katanya pasangan pengantin fitri dan suaminya menjengukku tapi aku merasa tidak perlu untuk berpamitan dengan mereka. Bapak yang menyarankan itu, dan aku menerimanya.
Angin sore solo sejuk terasa terhirup di kerongkonganku yang serak karena banyaknya menangis, tak terasa 4 jam perjalanan dari ngawi purba telah kutempuh, negeri baru, baru saja kuinjak dan sebentar lagi akan menyambutku sebagai penghuni baru, semoga tanah yang baru ini mau menemaniku dan menyambut hidup ku dengan baik sekeluarga sampai nanti anak cucu. Kukubur dalam-dalam masa lalu akupun berganti nomor HP bersama bapak dan ibuk, semua buku diariku selama aku merindu pada gadis yang sekarang menjadi istri orang itu, ku bakar habis dengan deraian air mata yang mengiringinya.

####

MIAH MATI

MIAH

Namanya Yoga Swasti, dia memang sedikit lebih pintar daripada aku tapi gantengnya hanya sekedar putih muka saja, setiap kali sebenarnya aku dan dia selalu bersaing, saling meremehkan dengan bahasa-bahasa yang halus sebagai perang urat saraf, namun aku yang sering kalah dan minder, apalagi ketika dia juga mengincar gadis yang sama ku incar, nama gadis itu Miah. Suatu hari aku pernah terlambat, terlambat sekolah pada tahun-tahun pertama memang umum terjadi pada kawan-kawan, saat itu aku bangun terlambat, kupanggil-pangil ibuku tidak menyahut bapakku juga sudah berangkat dinas, aku ternyata ditinggal sendiri dirumah tidak dibangunkan, sepertinya kedua orang tuaku sudah bosan melihat keterlambatanku sehingga inilah pelajaran moralnya, langsung aku mandi cara cepat, sarapan dua suapan lalu meluncur dengan sepeda Suzuki ku yang baru.
Di jalan kutemui Andik dan Mbak lis, mereka tetanggaku satu desa, ternyata juga terlambat, andik adalah putra terakhir generasi pembuat Mie Ayam pertama dan satu-satunya didesaku ini, sementara mbak lis adalah putra imam masjid terbesar didesaku pak ismail namanya, yang mengherankan Miah juga ada disitu kulihat dari kejauhan jalan persawahan, ternyata mereka semua sedang terhambat jalan becek yang teramat sangat, sehingga roda sepeda-sepeda mereka tercelup kedalam tanah yang liat, yang memaksa mereka tiap beberapa jalan selalu harus dibersihkan rodanya dari tanah yang menyumpal jalannya roda agar bisa jalan lagi, akupun ikut dalam parade menyedihkan itu, sampai diujung jalan aku dapat selesai lebih dulu dan langsung hendak tancap kayuhan pedal untuk menyongsong keterlambatanku, tapi….
“Hoooi!!! yan, tunggu aku to!!!” suara perempuan yang sepertinya agak memaksa dan aku kenal itu suara siapa , kuhentikan langsung langkah kayuhan pedal ku, langsung aku berbalik arah karena yang meneriaki semakin banyak mbak lis dan andik ikut membantu Miah menghentikan langkahku, aku tahu Miah memanggilku agar aku tetap menunggunya, maksudnya nanti agar bersama-sama sampai sekolah karena kulihat jam juga sudah sangat terlambat, Miah sebagai siswa putri yang disiplin tentu tak mau dihukum, sedangkan aku memang sudah terbiasa terlambat dan banyak alasan, tapi dengan begitu bodohnya aku tetap saja tidak paham perasaan wanita dan bagaimana memahami mereka, aku bengong saja, padahal seharusnya aku menyambutnya dengan perasaan senyum dan ikut berpura-pura menjadi pahlawan meskipun pahlawan kesiangan dengan membantunya membersihakan sepeda nya, tapi aku malah bergumaam jengkel dalam hati “huh.. gadis ini menghambat perjalanan ku saja, sudah terlambat begini!”.
Lima menit kemudian sepeda Miah selesai dibersihkan dan siap jalan sedangkan mbak lis dan andik karena mereka sudah kelas tiga sepertinya santai sekali, tapi aku dan Miah begitu takutnya terlambat sampai-sampai kulihat wajah Miah ditekuk dan sedih bercampur takut…. Sedangkan aku “sial bajuku juga kotor gara-gara membersihkan sepedaku tadi, sudahlah aku tak peduli, peduli setan memang siapa yang akan memperhatikan aku!” pikirku dalam hati, maklum pikiranku masih kanak-kanak sekali dan terkesan tak punya perasaan pada diriku dan lingkungan serta orang lain.
Benarlah sampai kelas kami terlambat tapi untung gerbang sekolah belum dikunci atau memang sudah dibuka lagi jika sudah jam 07.30, “ah tak ambil pusing”, aku dan Miah langsung terburu-buru masuk tempat parkir sepeda dan langsung Miah setengah berlari menuju ruang kelas satu A(sekarang namanya Kelas tujuh A), Miah langsung masuk baru aku mengikuti dibelakangnya, tak kusangka Miah ketika meminta ijin pecahlah air matanya, dia kemudian langsung berlari menuju bangkunya duduk menangis pada punggung Nisa kawan sebangkunya, sedangkan aku tentu saja sudah biasa pasti celaka, dan harus beralasan gombal agar aku tidak dapat hukuman atau setidaknya tidak parah, akupun boleh duduk juga akhirnya oleh bu Ana. Memang dalam perjalanan tadi aku begitu tidak berperasaan, memacu sepeda kencang dan seolah-olah aku tak peduli pada Miah, “ayo Mi cepat! Kita terlambat banget lho!” Miah pun mau tak mau memacu sama kencangnya dengan kayuhan sepedaku karena takut juga sebab dia tidak pernah terlambat dan termasuk siswa paling disiplin dikelas, seharusnya aku tidak memperlakukannya kasar seperti itu, tapi tetap saja aku kekanak-kanakan, anak SMP yang belum mengerti rasa, masih amat manja, dalam hatipun meski ada rasa suka bersamanya bareng-bareng mengayuh sepeda dalam suasana kesiangan dengan sang Idola tapi dengan egois ku bilang pada diriku sendiri “Dasar perempuan, menyusahkan saja!” sampai dikelas pun aku saja yang harus menghadapi guru “Maaf bu saya terlambat” bu guru Ana yang baru lulusan IAIN itu bilang “Kenapa terlambat?! Bajumu kotor pula, habis mencangkul ya…?!!”
“Tadi jalanan becek sekali bu, dan ini semua karena terkena tanah waktu saya membersihkan tanah-tanah yang melekat disepeda bu” jawabku jujur, mungkin baru kali ini aku tidak menambahi alasanku
“Ya sudah sana, kamu boleh duduk!”.
Sejak saat itu kurasakan Miah semakin tak perhatian padaku, dia semakin hati-hati berangkat amat pagi dan sejak itu tak pernah aku berangkat lalu dijalan bisa bertemu Miah atau mengejar Miah yang biasanya bareng dengan mbak lis dan andik, dikelas Miah semakin menonjol, banyak teman dan selalu diatas angin dibanding teman-temannya yang lain , apalagi jika dibandingkan aku, maklum di kelas A adalah kelas paling unggulan yang selalu penuh persaingan, yang bodoh pasti minder atau tersingkir, karena aku adalah yang tidak disiplin sering terlambat, jarang mengerjakan PR, dan sepetinya aku yang paling malas disitu meski dahulu aku paling pintar waktu di SD bahkan menjadi Wakil SD dalam kompetisi siswa teladan, tapi tetap saja aku menjadi bagian orang-orang minder dan tersingkir, namun tentu saja aku tidak sendiri, pernah suatu pagi aku terlambat lagi, padahal itu pertama kalinya pak Indarto guru matematika yang lucu tapi terlihat galak wajahnya, beliau memberi PR ke Kelas A padahal PR nya hanya materi Diagram Ven, tapi yang tentu saja seperti biasa aku terlambat, tapi kali ini lumayan menyenangkan karena aku terlambat bersama rombongan
“Ayo cepet Kel! Wis telat ki” teriakku pada kawanku namanya tongkel yang tinggi besar tubuhnya, aku terus mempercepat langkah menuju kelas diikuti rombongan
“Nyantei ae wis kadung telat koq” jawab tongkel santai
Pada saat itu kami tidak ingat sama sekali kalau ada PR itu, saat itu aku, Tongkel, Harianto, Yanto, Putit, Ita dan suharni semua menghadap dan menyatakan alasan, kami beruntung boleh duduk tanpa dipersulit, tapi ketika ditanya PR “ mana PR Kalian?!” kami semua kompak menjawab “belum mengerjakan pak”, kemarahan Pak Indarto pun meledak, kami yang terlambat selain yang perempuan disuruh duduk, kami dijejer didepan kelas lalu pipi kiri kami secara berurutan ditampar, tapi tentu dengan kelembutan seorang guru, karena tidak seberapa sakit terasa tidak seperti tamparan pak Warno yang kata kawan-kawan sangat panas, setelah itu kami pun disuruh mengerjakan PR itu, urut mulai tongkel, aku, yanto, putit dan harianto, nomor 1-5, dan ternyata langsung ditempat itu kami semua bisa mengerjakan dan pak Indarto pun langsung bilang “sebenarnya ya bisa begitu, kenapa tidak dikerjakan dirumah?!” kami hanya diam menjawab pertanyaan itu, jelas beliau berpikir kami hanya malas saja.
Miah semakin berani dan terlihat cerdas, akupun semakin berharap besar padanya, dia bahkan menjadi sering maju kedepan kelas untuk mengerjakan soal sulit, suatu saat pak Mukhlis guru bahasa inggris bilang ke semua anak kelas A “ayo maju kedepan yang bisa mengerjakan ini “ kemudian Miah yang duluan maju, diikuti ruli yang juga pernah meraih rangking satu dikelas unggulan ini, Yuli Hartanti kawan sedesaku, tapi Yuli yang telah maju berkali-kali aku tahu tidak secerdas Miah karena Yuli aku telah hafal dia, dia hanya main berani saja karena dia adalah kawanku waktu kami di SD, bahkan waktu itu dia tak bisa mengerjakan soal bahasa inggris itu, tapi karena sudah terlanjur maju didepan, diapun hanya mematung lama sekali lalu mundur sendiri untuk melihat buku catatannya, “Bagaimana Yul?”
“Aduh tunggu sebentar Pak” Yuli maju kembali,
sambil menunggu akhirnya Yuli pun mundur
“Maaf pak….” Sambil Yuli mundur kembali kebangkunya.
Jelas itu sangat memalukan bahkan aku sendiripun tak mungkin sekuat perasaan dengan Yuli jika aku mengalami hal yang sama, sungguh patut diacungi jempol dia hebat.
Miah semakin hari semakin semakin hebat dan orang-orang semakin penasaran dan ingin dekat dengannya, sedang aku malah semakin minder padanya, akupun mundur teratur, meski dulu Miah dulu sering kerumahku, sering berdiskusi dirumahku sambil memakan salak dan dari bangku sekolahnya pun aku sering melihat banyak kulit salak, “oh…berarti dia sering makan buah begitu pikirku”. Selalu kuingat setiap maghrib dia datang kerumahku sering sekali hampir setiap hari diawal-awal kami menjadi siswa madrasah tsanawiah, hanya untuk mengerjakan PR bersama dengan perasaan bahagia, namun karena aku yang seperti itu, dingin dan pura-pura tak perhatian padanya padahal aku itu dalam hati sangat bahagia didatangi perempuan setiap hari dalam hidupku karena baru kali ini dalam sejarah hidupku, akhirnya dia yang sering mendominasi percakapan karena sikapku yang masih kekanak-kanakan, harusnya aku antar dia ketika pulang dari rumahku sampai kedepan rumah, lalu saat dia bertamu dirumahku harusnya aku sajikan makanan-makanan padanya, “dasar aku….bodoh…!!!!” membiarkan gadis idolaku, cinta pertamaku pergi kecewa membawa sesal pada laki-laki lain yang lebih bisa memahaminya.
Mungkin pada saat itu Miah sering kerumahku seolah-olah suka padaku, karena memang dia ingin tenang, didesa ini, karena disini dia ikut budenya (kakak ibunya) karena madrasah tempat kami sekolah lebih dekat dengan desaku sementara desa Miah jarak nya lumayan jauh, yang jelas tingggal dirumah orang itu serba bosan, meskipun disitu Miah tinggal juga dengan sepupunya, namanya Ririn, Ririn adalah anak angkat budenya Miah karena budenya Miah meskipun kaya raya tapi tidak punya anak, Miah tetap saja sepi serba bosan. Atau mungkin dia sering kerumahku memang suka padaku atau pura-pura saja karena memang sikap kebanyakan gadis adalah genit dan menyenangkan, entah.
Masih kuingat hari terakhir dia mengunjungiku dia meminjam buku bahasa indonesia catatanku, yang padahal amburadul, dia bilang saat di sekolah
“yan nanti sore pinjam catatan bahasa Indonesia nya tadi ya….?”
“ waduh catatanku tidak lengkap lho Mi”
“ sudahlah tidak apa-apa yang catatan tadi, yang terbaru tadi, kamu nyatatkan? Tadi soalnya aku tidak mengikuti karena ketinggalan”
“ya sudah, tapi tidak lengkap lho ya”
“iya nanti sore ya” itu kuingat sebagai percakapan hangat terakhir sang bidadari idolaku, sungguh peristiwa itu salah satu yang terus kuingat dalam hidupku sampai sekarang, dan satu lagi memori yang terus kuingat saat Miah dan aku sudah cukup jauh, Allah masih berkenan mengakrabkan aku dengannya.
Pada saat itu seperti biasa tiap sore aku mengaji Alquran meski masih Iqro’, kalau tidak salah saat itu iqro’ 6 atau 5, yang ngajar Miah,…oh sungguh memalukan sebenarnya, aku yang lebih tua sebulan darinya harus menjadi menjadi muridnya, agak menyebalkan memang tetapi menyenangkan sekali, tapi mungkin Miah kagum sekali padaku, bagaimana tidak kagum dalam usiaku yang setara usianya meski aku belum lancar membaca Alquran, tetapi aku mau berbaur dengan anak-anak kecil untuk belajar Alquran, mungkin itulah salah satu daya tarikku dimata Miah dulu, aku lugu, kalem, dan penuntut ilmu yang gigih, sehingga dia terus mendekat padaku sering kerumahku, sampai si pengacau itu datang. Peristiwa aku melawan Miah yang menjadi guru dadakan waktu itu selalu kuingat
“ayo giliran siapa sekarang?”
Miah yang menjelama sebagai Ustadzah memasang muka serius, akupun tampil takzim didepan guru yang menjadi cintaku itu
“Mi..!” sapaku agak grogi, sepertinya Miah tidak senang aku langsung memanggil namanya seperti itu, dasar aku, padahal saat itu dia menajadi guruku, apa susahnya aku bilang “Usatadzah”, memang kedewasaan itu tidak bisa dipaksakan hadir dalam diri seseorang, diluar dugaan Miah agak serius dengan setengah berteriak dia menyuruhku
“Ayo dibaca!”
Ketika kubaca aku memang pada saat itu belum paham waqof itu apa dan bagaimana, akupun disalah-salahkan terus oleh guruku ini sampai 3 kali bacaan aku harus mengulang, betapa kesalnya karena aku merasa benar dan aku tidak percaya dengan hukum waqof yang dikatakan Miah saat itu, akupun terus melawan sampai-sampai Miah kesal dan akupun juga. Mulai saat itulah sikap Miah mulai Asing padaku, bukan jauh lagi tapi kami menjadi orang yang asing, seolah tak pernah kenal, seolah kami berasal dari planet yang berbeda.
Miah yang memang bosan dirumah budenya itu ingin mencari teman seperti aku yang dianggapnya sempurna, lama-kelamaan akupun tidak lagi melihat Miah, tiba-tiba saja dia menjadi sangat sulit dijumpai, padahal aku dan dia dalam satu kelas yang sama dan masjid yang sama saat sholat dhuhur berjamaah bersama satu sekolahan, tapi mungkin dia sengaja mencari jalan yang lain saat berangkat sekolah atu masuk gerbang sekolah atau saat jalan kekantin, karena gerbang sekolah ada 4 buah, dan kantin ada 5 jadi wajar mungkin jika aku menjadi tidak lagi sering menjumpainya ditambah lagi dengan jumlah murid yang hampir seribu orang yang lalu lalang setiap hari diseantero sekolahan, entah dimana dia sekarang tinggal, akupun menjadi rindu, ditambah lagi aku yang setelah peristiwa itu jarang masuk karena aku mulai merasa sudah lancar baca Alquran, apalagi saat kudengar kalau Miah sudah tidak lagi tingggal dirumah budenya itu, aku menjadi makin tidak tertarik lagi untuk belajar Quran di masjid kenangan itu, akupun meninggalkannya beserta semerbak angin sore yang menerpa sarung-sarung keangkuhanku, tidak ada lagi sore yang penuh ceria karena mengaji makin lama makin sepi dan akhirnya mati, karena tidak ada lagi yang mau masuk untuk belajar mengaji Quran lagi.
Lama sekali aku sibuk dengan duniaku yang sebenarnya kesibukan keputusasaan, karena tak lagi akrab dengan Miah, lalu ketika rinduku mulai tak terbendung aku mendengar dia telah berpacaran dengan si pengacau itu, mantan lawan beratku di penggalang pramuka dahulu waktu kejuaraan penggalang tingkat kecamatan dan waktu lomba siswa teladan juga yang keduanya waktu SD dulu, dia yoga orang yang lebih tinggi badannya dan kukira lebih cerdas dalam sekolah daripada aku.
Miah semakin dekat dengannya, sementara aku hanya bisa berdiam seperti kodok bangkong yang cemberut didalam lubang menunggu hujan datang, “dasar sial!” pikirku, apalagi mereka berdua sama-sama masuk seleksi dan menjadi anggota dewan Penggalang, sementara aku diremehkan guru penyeleksi saat itu si tua Nursi namanya, aku ditolaknya karena aku dianggap pendek dan kecil, tidak pantas menjadi dewan penggalang, apa dia tidak tahu kalau aku dulu adalah wakil sekolah ku dalam kejuaraan gladian pimpinan regu waktu SD di tingkat kecamatan, aku tidak terima akupun mencari pelarian dengan masuk PMR (Palang Merah Remaja), apalagi kudengar Miah dan Yoga juga ikut disana, akupun semakin semangat untuk ikut. Tapi dasar aku si maniak TV, sejak kecil manja dan tidak pernah serius di kegiatan apapun disekolah, akupun jadi ogah-ogahan di PMR meski sudah diterima sebagai anggota, apalagi ketika kurasa kedekatan dan kemesraan Miah semakin menjadi-jadi dengan si pengacau itu akupun memutuskan menyingkir sepenuhnya dari semua kegiatan sekolah,
“Tapi biarlah” pikirku
“aku akan membencinya!, aku benci Miah, aku benci Yoga!!” teriakku dalam hati penuh rasa muak.

******

melawan

Kamis, 01 Juli 2010

tidak bisa kita diam atas apa yang terjadi pada negara yang kacau, rakyat ditindas tapi diam kita yang mengerti dan punya daya adalah kewajiban untuk menggantikan mereka yang lemah, bodoh dan apatis, sudah cukup kebodohan dan kejahiliyahan modern ini bercokol, saatnya anak muda yang membawa arah negara kepada kebenaran dan kejayaan, kaum tua harus disadarkan jika tidak mau juga maka sadarkan dengan ketegasan jika tetap tidak mau maka sudah menjadi kewajiban kita untuk menumpas mereka atau setidaknya mengirim mereka ke alam peristirahatan terakhir yang mereka nantikan

obama tidak usah dikagumi

Rabu, 17 Maret 2010

inilah realitas kehidupan, dmana orang lbih suka sensasi daripada fakta ilmiah, obama jelas2 presiden amerika yg lemah kejujuran, menyebalkan, tidak berkontribusi apa2 tp dapat nobel, sungguh ketololan orang yg kagum dan menyanjung-nyanjung obama, tp memang sikapnya obama masih jauh lebih mending daripada pmerintahan lembek ataupun pemerintahan bush yg super bobrok dalam sejarah amerika. obama pernah sekolah di indonesia dan tinggal diindonesia skitar 3tahunan, orang2 tolol di indonesia menganggap itu kebanggaan bagi indonesia tp obama sendiri menganggap hal itu adalah momok pikiran yg harus dihapus dari ingatan atau setidaknya sgera dilupakan bahwa dia pernah tinggal dan sekolah di indonesia. jadi sadarlah bahwa mengagum obama yg datang ke indonesia adlh ketololan akut yg harus segera diterapy agar sembuh, jangan salah merasa, kau mencintai obama menyangka obama mencintai dan rindu indonesia tp sbenarnya dia sama sekali tidak ada rasa istimewa pada pengalamannya hidup di indonesia itu, obama sbenarnya sama sekali hambar tp dicobanya seolah istimewa agar mendapat dkungan politik dunia sehingga poling atas namanya terhadap dunia tdk terus anjlok, karena ingkar janjinya kepada irak, afghanistan dan dunia.

khotbah

Minggu, 24 Januari 2010

jangan menuntut tuhan, karna tuhan menurunkan berkat berdasarkan kapasitas dirimu, semakin besar berkat yg turun maka semakin besar tanggung jawab yg harus diemban. jangan tuntut orang tuamu untk menyayangimu sama dengan orang tuamu menyayangi saudaramu, tapi biarkanlah orang tuamu menyayangimu dengan caranya yg unik. semata-mata kejarlah keadilan. jadilah hamba tuhan yg berikat pinggang kbenaran, karna kbenaran sangat mudah disimpangkan. ada jalan yang kelihatannya lurus tapi stelah dituruti ternyata menuju kebinasaan..

saat orang hebat mengalah

Rabu, 20 Januari 2010

aku dsini harus melawan sistem korup sebuah institusi yg seharusnya mencerdaskan anak bangsa